Senin, 24 Juni 2013

Memoar


Kata mereka berhenti saja, jembatan itu rapuh dan jalan didepan begitu gelap.

Aku merangkul Ibu, dengan gemeretuk gigi yang kucoba samarkan, kutatap wajah adik dengan senyum tanda siap menjadi pegangan.

Haruskah menyerah ?

Ada bisik masgul yang terlepas dalam lirih doa Ibu, ada isak tertahan dan bekas jejak tangis dipipi adikku.
Haruskah berpangku tangan ?

Lelah rasanya saling berpura, seolah semua baik-baik saja.

Jumat, 21 Juni 2013

Senyum, Kehadiran dan Kehidupan


Akhir adalah kepastian, karena awal adalah penantian.

Meminta berhenti dipertengahan hanya berarti mengimani kebohongan.

Layaknya cinta yang berarti pilihan, maka biar saja kebencian beranak, bertumpuk lalu mati hanya dengan sebuah ketulusan senyuman.

Semua miliki peran, ular yang perlahan mengintip, melata dengan desis berbisik menanti seekor tikus terlelap kekenyangan untuk jadi korban;
Rumput yang lupa disiangi, hingga besar membunuh sang inang.

Aku hanya satu diantara ratusan, ribuan jiwa-jiwa kecil nan malu, yang malam-malam melamun sambil terbangun cemas namun penasaran akan panas, dinginnya masa depan.
Aku hanya satu nama diantara tumpukan kartu tanda pengenal, yang jatuh berserak setelah dompetku dicuri orang.

Aku hanya kesederhanaan, yang kecil sendiri, namun tanpa jemu belajar, tanpa lelah berharap dan mendendangkannya lewat doa-doa dalam hati.
Karena aku memilih bangkit, meski kaki kecilku kadang tak mampu menopang, karena aku menolak lupa akan arti senyuman, kehadiran dan kehidupan.

*Kelak aku yakin kau mampu menunjukkan senyum kebanggan atas sukses yang mampu kau raih. Sampai waktu itu tiba, jangan menyerah, jangan berhenti berharap, jangan kecilkan kemampuanmu.
Semangat. Bisa !!

Didedikasikan untuk Mariska. 10 Juni.

Senin, 03 Juni 2013

Batas, Jelas


Perbedaan itu menjelma menjadi sebuah garis lurus, awalnya samar, omong kosong dan hanya berbuah celetukan, namun kian hari kian jelas, kian lurus dan tegas, sayangnya aku ada disisi berlainan, berbeda arah dan tempat aduan.

Pernah semua menjadi perkara kita, pernah menjadi pertimbangan, ditengah ilalang, angin musim penghujan yang membawa butiran air tercium samar, kian dekat dan berhembus menyapu riak-riak wajah kelelahan, kala itu sensasinya menenangkan.

Aku hanya tertawa. Tertawa miris rupanya.