Selasa, 24 Desember 2013

Pria Desember



Desember dan hujan menjadi pasangan yang kian hari kian mesra, di tanah Lampung tempat semua cerita bermula, tempat kita saling sebut nama, bercerita dan kemudian menjadi teman yang setia.

Desember dan kamu, seperti kalimat yang tak cukup padu. Yang satu kelabu sedangkan yang lain berwarna merah jambu.

Cerita usang yang lagi-lagi ingin kubagikan, tak disangka ternyata memori tentangmu membuatku kian semangat bercerita.

Satu-satu coba kupisahkan, ku tarik benang kenangan, kali ini apakah kau penasaran tentang cerita mana yang akan ku tuliskan ?

Senin, 02 Desember 2013

Bagaimana nanti ?


Bagaimana nanti, mari saling jadi pelaku dan saksi.
Bagaimana nanti teruslah bertahan pada jalan kebenaran.
Walau banyak filosof yang kemudian memainkan kata untuk membuat kita ragu tentang apa itu kebenaran sebenarnya ?
Mungkinkah semua hanya imaji ?

Namun kau yang sekarang harusnya mampu menjawab dengan kepala tegak, dan binar dari kedua bola mata.
Kebenaran telah terasa kian kencang mengikat aliran darah, saat sayup terdengar tilawah dan hafalan al quran bergema ditiap sudut surau itu.
Saat tiap sapa berbuah senyum yang lebih manis dari wajah-wajah cerah.
Saat kau tak lagi ragu berbagi tawa dan tangis.
Ini kebenaran itu, kebenaran ukhuwah berbalut akidah yang telah dijanjikan oleh para pemegang panji amanah.

Mendadak Rindu


Ada fenomena baru, dimana menebak nebak rupa dan nama jodohmu menjadi semacam aktivitas seru penghabis waktu.
Ada cara baru berlindung atas nama kerinduan seorang lajang, kemudian merasa bebas menyebarkan virus kegalauan.
Dan yang paling menyedihkan daripada semua ribut-ribut di atas adalah, sepasang manusia yang memahami hukum pergaulan islami, yang tiap ucap berisi tausyiah islami dan raga yang berbalut pakaian syar'i mesti terjebak pada diam yang saling memikirkan, kemudian mulai menjalin hubungan. Sayangnya untuk fenomena yang terakhir hampir semua pelaku ketahuan.

Aneh memang, terlebih bagi yang telah mengerti. Bukankah kedewasaan ilmu, mestinya membuat kian patuh dan tunduk karena tlah tahu konsekuensi atas laku yang takutnya malah jadi pembenaran dan tokoh peniruan.

Selalu ada pilihan. Menikahlah jika telah mampu dan tak lagi sabar. Jika masih begitu banyak pertimbangan, ketakutan dan amanah yang mesti dikerjakan, berpuasa menjadi perisai dari terjebak dalam momen-momen yang termanfaatkan sebagai ajang kemaksiatan.

Boleh membicarakan tentang pernikahan, tapi bukan tentang jodoh yang belum ketahuan.
Mendadak rindu, mendadak tundukan kepalamu.