Selasa, 15 Mei 2018

Clumsy Marli: Cerita Perjalanan Sendiri, Hari Pertama

Di tiket tertulis pukul 14:30 WIB untuk menunggu bus keberangkatan. Sepanjang pagi aku bosan. Pakaian sudah masuk ke tas. Main hp males, tidur sudah kenyang, makan belum lapar.

Pukul 10 lewat memutuskan bergerak dari ranjang untuk membeli makan. Lanjut melipat seprai bantal dan kasur, menyapu lantai dan membuang sampah ke depan. Mandi, dandan lalu ingat harus ambil dan transfer uang untuk kosan di sana. Berangkat ke Minimarket Surya yang letaknya cukup dekat dan ATM BNI di depannya yang selalu jadi langganan. Drama dimulai. Mas-mas yang terlebih dahulu ada di bilik ATM keluar dan berkata, “uangnya habis, Mbak.”  Hm okelah. Order Gojek lagi sekarang pindah ke ATM dekat kampus. Selesai transfer balik ke kosan. Langit mulai mendung, deg-deg an takut keburu hujan. Pukul 14: 40 WIB akhirnyaaaaa berangkat ditemani rengekan tanya adik-adik kosan bertanya tujuan keberangkatan tapi aku hanya jawab dengan senyum sembari lari-lari kecil.
Cr. pic Freepik.com
Serius deh, selain Mama dan Oja nggak ada yang tahu tujuan kepergianku. Termasuk kamu, kan? *smirk*

Bukan bermaksud apa-apa, sendirinya ini masih belum yakin mau berangkat dan bisa sampai sendirian di tempat tujuan. Jadi belum pengen ngomong apa-apa dulu sebelum benar-benar menginjakkan kaki di sana.

Naik Gojek, aku diantar ke loket kemarin. Bingung harus apa, duduk diam akhirnya. Adzan dzuhur berkumandang. Aku berjalan dengan membawa koper, tas gendong warna merah muda cerah dan kantung plastik berisi jajan ke arah mushola. Daaaan aku nggak tahu ternyata ada banyak orang duduk disekitar mushola. Dalam hati, oh ternyata orang-orang duduk menunggunya di sini to. Setelah solat aku melihat sekeliling mencari kursi. Habis, tidak ada yang kosong. Dengan berat hati sambil membawa barang-barang tadi aku balik ke kursi loket. Tapi karena tidak tenang, takut ketinggalan bus, aku balik lagi ke dekat mushola. Kalau dipikir-pikir sekarang jadi merasa kasihan ke diri sendiri. *puk puk*

Duduk di sana, sambil baca buku. Lihat satu persatu bus datang dan orang-orang bangun pergi. Aku yang masih mengira tulisan L-301 di tiketku adalah nomor bus mulai merasa gelisah. Hingga tinggal aku yang duduk di bangku, aku lalu memberanikan diri menghampiri Om petugas toilet, bertanya tentang nomor bus ku kira-kira sudah berangkat belum? Ini dalam hati sudah pasrah jika harus balik lagi ke kosan dan tidak jadi pergi.  

Alhamdulillah seorang awak bus yang baru keluar dari kamar mandi dengan gegas menjawab, “itu nomor jalur, Mbak. Bukan nomor Bus. Bus untuk berangkat ke sana yang itu.”
Waktu Beliau menunjuk ke arah bus, tahu apa yang terjadi pemirsa? Busnya sudah hampir jalan. Beliau tepuk-tepuk memanggil bus sambil menunjuk ke arahku, “Satu lagi!!!”.
Aku ngebut setelah berucap terima kasih dengan wajah hampir nangis. Di dalam bus setelah menaruh koper di bagasi. Ke clumsy an ku kumat. Kepanikan dan ketidak tahuan benar-benar paduan yang tepat untuk mempermalukan diri sendiri. Aku jatuh saat tengah tergesa gesa mencari tempat duduk.

Cr. pic Freepik.com



Bayangkan saja, aku hampir tertinggal bus. Sampai di dalam, ada Abang dari Rosalia Indah yang sedang memanggil nama penumpang satu-satu untuk membagikan minum di lorong bus. Aku yang kesusahan membawa tas gendong dan plastik lalu terpeleset di dekatnya dan jatuh tepat di atas kardus air mineral. Malu? Banget!! Dan si Mas santai aja gitu seperti tidak ada yang terjadi, sedang si kardus harus menerima nasib penyot sebelah. (aaaaaaaa)

Bangun, tengok kanan kiri, bus sudah hampir penuh. Aku ingat posisi tempat dudukku tapi sudah ada orang yang menduduki. Aku mendekati Mas-mas si bodo amat kamu jatuh itu lalu bertanya.
“Mas, ini benar bus menuju ke sana kan? Tapi kok tempat duduk saya nggak ada?”
“Nama?”, tanya Mas nya
“Marlia”
“Iya kok ini ada namanya. Oh tempat duduknya di duduki Bapak ini. Izin dulu geh Pak.

Aku lega karena ada namanya sekaligus sebal ke Bapak yang tepat di depan hidungku lihat aku kebingungan eh ternyata diam-diam mengambil bangkuku. Hiks, si Bapak lalu cengengesan. Jadi lah aku lalu duduk di sebrangnya. Di samping seorang anak laki-laki yang disepanjang perjalanan hanya bicara kurang lebih 5 patah kata.

Ini baru awal. Setelah duduk dengan jantung yang bergemuruh, bus berangkat lalu masalah berikutnya manghampiri. Aku mual. Mabuk kendaraan. Dan ini masih di Panjang. Masih dekat sekali dengan Bandar Lampung. Aku kebingungan. Lah lah biasanya kuat kuat saja. Sepertinya karena kepanikan dan kurang pemanasan sebelum naik bus tadi jadi salah satu pemicu mual.

Aku yang memang sudah rikuh duduk di bangku bus yang besar semakin gelisah. Menahan-nahan mual dengan memakan permen Relaxa yang aku beli sehari sebelum pergi. Mabuknya tidak mau hilang, malah semakin menjadi. Kalau kamu pernah akan atau dari Lampung melalui Bakauheni, tahu kan jalan menuju ke sana bagaimana?
Aku hampir nangis, sumpah. Jalan kelok-kelok, musik dangdut koplo di bus dan nggak ada satu pun yang bisa diajak bicara untuk mengalihkan perhatian. Neraka!! Saat itu aku berjanji dalam hati untuk tidak akan naik bus lagi melalui jalan neraka ini. (cukup sekali aku merasa…as BGM)

Cr. Pic Republika.co,id

2 jam perjalanan dari Way Halim, bus lalu naik ke kapal. Rasanya gimana? Lega. Sekaligus gelap. Sekalinya naik kapal, nggak ada yang bisa difoto. Pukul 8 malam kurang lebih, aku keluar bus untuk naik ke bagian atas kapal. Di tengah perjalanan ke atas, aku yang tidak tahu apa-apa memutuskan mengikuti orang-orang yang keluar dari bus yang sama denganku. Eh Mbak di depanku lalu menengok dan bertanya dengan ramah,
“Sendiri?”
“Iya, mbak juga”
“Iya, kamu dari bus itu kan?”
Aku mengangguk.
“Bareng yuk”
Begitulah awal pertemuanku dengan Mbak Iyah, temanku disepanjang perjalanan.

Beliau adalah seorang Ibu yang berada dalam misi menjemput anak dan cucunya dari Blitar untuk mudik ke Lampung karena anaknya mudah mabuk kendaraan dan tidak kuat jika harus mudik seorang diri membawa anak kecil. Ketika Mbak Iyah cerita, aku sempat kaget karena Beliau tidak terlihat seperti orang yang sudah punya cucu. Aku saja dengan percaya diri memanggil Beliau dengan sebutan Mbak.

Akhirnya bertemu teman bicara sekaligus satu bus perjalanan aku sangat bahagia. Rasanya hampir lupa perasaan tidak enak akibat mabuk kendaraan tadi. Bicara banyak lalu sempat solat jamak magrib isya, mabuk ku kembali berulah. Aku kembali mual dan merasa tidak enak badan.

Sedih rasanya saat melihat di sekeliling anak-anak kecil bahkan bisa dengan bahagia tertawa tawa di kapal. Aku jadi merasa berkecil hati, rasanya tubuhku benar-benar tidak bisa diandalkan. Saat tekad untuk bepergian sangat besar tapi tubuh malah menolak kerja sama. Jadi rindu Mama.

Untung Mbak Iyah selalu di samping dan banyak cerita. Dia juga menawarkan Tolak Angin nanti saat di bus untuk mengurangi mual.

Balik ke bus, fasilitas sudah ditambah dengan selimut. Aku lalu menggunakannya sembari menyesap Tolak Angin. Menanti perjalanan berikutnya dimulai dan Alhamdulillah sepajang perjalanan ini aku hanya sebentar mengalami mual. Aku paksakan diri untuk tidur. Dari keluar kapal aku tidur dan baru bangun saat sampai di Bandung pukul 4 pagi. Menanti adzan subuh. Solat dan kembali tertidur sampai akhirnya bus berhenti di Karawang untuk makan.

Aku ke kamar mandi, namun anehnya mualku selalu hilang saat sudah dekat tempat pemberhentian. Sebal!!
Menukarkan kupon aku dan Mbak Iyah makan nasi, sayur sop, tahu kecap dan ikan tongkol berwarna gelap di tambah teh hangat. Sayangnya kami baru sempat makan sebentar, bus sudah akan berangkat. Kami cepat-cepat naik ke bus untuk melanjutkan perjalanan.

Karena belum pernah ke Jawa Barat, aku benar-benar menikmati pemandangan di kiri jendela. Saat memasuki Jawa Tengah aku semakin waspada sekaligus bahagia. Ah akhirnya sampai juga di sini. Melihat dengan mata kepala sendiri sawah-sawah di pinggir jalan dan berjajar banner calon pasangan Gubernur dan wakilnya. Benar-benar terasa mimpi. Dan walau suara musik koplo pantura masih menguasai telinga, mabukku alhamdulillah sudah berkurang banyak. Entah karena Tolak Angin yang ku minum atau akibat tubuhku yang tegang karena grogi perihal keberangkatan, aku jadi lebih mudah mengantuk. Juga sepanjang perjalanan karena paket data smartphone aku matikan, aku terbebas dari candu media sosial, rasanya benar-benar menyenangkan.

Pemberhentian selanjutnya di dekat semarang. Di sini kami tidak menukarkan kupon karena bukan berhenti di Rumah Makan Rosalia Indah. Alih-alih berhenti di rumah makan biasa yang menyediakan bakso, soto dan nasi ayam. Aku memesan bakso dan es jeruk sendiri karena sekarang giliran Mbak Iyah yang malah mabuk dan tidak selera makan.

Oh ya, seperti biasa jangan kira segala hal berlangsung normal bagiku si Clumsy. Tidak sengaja menjatuhkan sendok saat makan, menumpahkan tolak angin ke jilbab dan menjatuhkan smartphone di lorong bus adalah beberapa hal yang terus saja terjadi berulang sampai Mbak Iyah kemudian berkata kalau nggak ada yang jatuh bukan Marlia. Hahaa…

3 jam sebelum waktu sampai di tujuan, bus berhenti lagi setelah sebelumnya berhenti di Semarang. Kali ini di Ngawi. Pemberhentian terakhir.
Kupon ku masih ada 2, ku tukarkan semua. Satu dengan nasi di piring, satunya lagi dengan nasi kotak. Untuk makan malam saat sampai di kosan, pikirku.
Makan terakhir ini memiliki rasa paling sesuai bagi seleraku dan Mbak Iyah. Nasi, telur kecap, tempe goreng dan teh hangat. Semua enak dan sedap. Aku habiskan. Setelahnya ke toilet sebentar lalu lanjut naik bus.

3 jam yang terasa sangat lama karena beberapa kali terlibat kemacetan. 3 jam yang terasa sangat lama karena aku sudah tidak sabar untuk menginjakkan kaki di sana. 3 jam yang terasa lama karena aku mulai bosan dengan lagu yang itu-itu saja (kangen Tulus, Ya Allah) dan rambut yang mulai gatal di balik jilbab.

Memasuki Kediri, tempat tujuan (Iya, Kediri lho tempat aku akan menginap beberapa minggu ke depan) aku mulai menghubungi ojek online Kediri yang sehari sebelumnya sudah ku informasikan untuk menjemput. Anehnya pesan WhatsApp ku tidak kunjung dibuka dan dibaca. Gelisah lagi. Pikiran buruk mulai merajai. Sedang malam semakin larut. Pukul sembilan lebih.

Pakde kondektur bus yang sangat baik beberapa kali memang sudah mengatakan akan menitipkanku dengan seorang Ibu yang juga akan turun di Kediri, tapi tetap sajaaku masih bingung cara sampai ke kosan,

Balasan pesan WhatsApp yang aku terima dari Abang ojek pun tidak memuaskan. Beliau ketiduran dan sekarang sedang tidak berada di dekat kota. Mengatakan akan menghubungi kawannya di Kediri. Saat itu bersamaan dengan bus berhenti, Ibu yang tujuannya sama denganku turun. Aku ikut turun. Lalu seorang Bapak tukang ojek mendekati. Setelah beberapa kali nego harga aku pun mengalah untuk memberi harga yang lebih mahal. Sebelumnya menurut perjanjianku dengan ojek online yang ketiduran aku harus membayar 60 ribu untuk diantar hingga kosan tapi dengan Bapak yang aku temui di Kediri aku jadi membayar 70 ribu mengingat waktu sudah sangat larut, hampir pukul 10 malam.

Bapak ojek ini menarik motornya sangat kencang. Tiap ada lubang atau halangan lain, Beliau tetap konsisten melajukan motornya tanpa ada usaha menghindari berbagai penghalang itu. Sedang aku hampir pingsan sambil meringis ringis kesakitan. Menggendong tas merah muda yang setengah mati beratnya, memangku kresek, mencoba menguat nguatkan hati. 

Dan akhirnya aku sampai di penginapan hingga beberapa minggu ke depan. Tempat ini disebut GPH 4. Saat sampai, pintu dikunci. Menghubungi Ibu Kos tidak kunjung dibalas. Memberanikan diri masuk. Lalu kebingungan karena ada banyak kamar. Terus menghubungi Beliau. Aku lihat kamar-kamar di bawah sudah penuh dan cukup berisik. Naik ke atas, aku lihat beberapa kamar, tempat jemuran yang luas dan aku suka suasananya sepiiii cocok untuk belajar, menulis, menggambar dan menenangkan diri.

Mendapat balasan dan Ibu Kosan pun keluar. Beliau bilang kamarku ada di atas dengan kunci gembok yang sudah menempel di luar. Aku bergegas kembali naik ke atas. Melihat kamar mandi, tempat mencuci piring dan taraaaa membuka kamar. Aku memilih kamar sendiri.

Kamar yang aku tempati cukup bersih dan besar. Dekat kamar mandi dan yang paling penting, tenang.
Aku lalu berganti baju, mencuci baju (pukul setengah 11 malam), menjemur, mandi, makan nasi kotak, sikat gigi, wudhu, sholat jamak isya dan maghrib lalu tidur. Pagi ini aku bangun dengan suara alarm. Penuh syukur karena sudah sampai dan merasa sangat nyenyak tidur tanpa ribut-ribut yang familiar seperti di kosan Lampung atau rumah. Oh ada berisik sedikit sih dari rumah bawah, rumah Ibu. Sepertinya Beliau sedang memandikan anaknya.

Setelah menyusun barang-barang di lemari, aku menyapu dan mengepel kamar, makan roti juga minum susu kemasan. Sekarang hingga tulisan ini dikerjakan pukul 10:23 WIB aku masih duduk di kamar menulis di laptop ditemani suara Tulus dan pendingin ruangan. Teman di samping kamar sudah keluar. Aku belum ada rencana untuk kemana-mana walau ada kebutuhan yang harus segera aku beli. Hari pertama masih belum selesai. Ini masih pagi, aku harap masih ada berbagai kejutan yang akan menemaniku seharian. Tunggu tulisan berikutnya ya.

2 komentar:

  1. Wah seru.
    Ditunggu yang kelanjutannya

    BalasHapus
  2. besar banget perjuangannya ya, kalau saya pasti lebih milih naik pesawat larena lebih cepat meskipun biayanya lebih mahal.

    cuma pastinya pengalaman yang didapatkan lebih banyak dengan bus dan kapal laut. jangan gampang panik ya, jaga kesehatan lho

    BalasHapus