Pukul 10
lewat memutuskan bergerak dari ranjang untuk membeli makan. Lanjut melipat
seprai bantal dan kasur, menyapu lantai dan membuang sampah ke depan. Mandi,
dandan lalu ingat harus ambil dan transfer uang untuk kosan di sana. Berangkat ke
Minimarket Surya yang letaknya cukup dekat dan ATM BNI di depannya yang selalu
jadi langganan. Drama dimulai. Mas-mas yang terlebih dahulu ada di bilik ATM
keluar dan berkata, “uangnya habis, Mbak.” Hm okelah. Order Gojek lagi sekarang pindah ke
ATM dekat kampus. Selesai transfer balik ke kosan. Langit mulai mendung,
deg-deg an takut keburu hujan. Pukul 14: 40 WIB akhirnyaaaaa berangkat ditemani
rengekan tanya adik-adik kosan bertanya tujuan keberangkatan tapi aku hanya
jawab dengan senyum sembari lari-lari kecil.
Cr. pic Freepik.com |
Bukan bermaksud
apa-apa, sendirinya ini masih belum yakin mau berangkat dan bisa sampai
sendirian di tempat tujuan. Jadi belum pengen ngomong apa-apa dulu sebelum
benar-benar menginjakkan kaki di sana.
Naik Gojek,
aku diantar ke loket kemarin. Bingung harus apa, duduk diam akhirnya. Adzan dzuhur
berkumandang. Aku berjalan dengan membawa koper, tas gendong warna merah muda
cerah dan kantung plastik berisi jajan ke arah mushola. Daaaan aku nggak tahu
ternyata ada banyak orang duduk disekitar mushola. Dalam hati, oh ternyata
orang-orang duduk menunggunya di sini to. Setelah solat aku melihat sekeliling
mencari kursi. Habis, tidak ada yang kosong. Dengan berat hati sambil membawa
barang-barang tadi aku balik ke kursi loket. Tapi karena tidak tenang, takut ketinggalan
bus, aku balik lagi ke dekat mushola. Kalau dipikir-pikir sekarang jadi merasa
kasihan ke diri sendiri. *puk puk*
Duduk di
sana, sambil baca buku. Lihat satu persatu bus datang dan orang-orang bangun
pergi. Aku yang masih mengira tulisan L-301 di tiketku adalah nomor bus mulai
merasa gelisah. Hingga tinggal aku yang duduk di bangku, aku lalu memberanikan diri menghampiri
Om petugas toilet, bertanya tentang nomor bus ku kira-kira sudah berangkat
belum? Ini dalam hati sudah pasrah jika harus balik lagi ke kosan dan tidak
jadi pergi.
Alhamdulillah
seorang awak bus yang baru keluar dari kamar mandi dengan gegas menjawab, “itu nomor jalur, Mbak. Bukan nomor Bus. Bus untuk berangkat ke sana yang itu.”
Waktu
Beliau menunjuk ke arah bus, tahu apa yang terjadi pemirsa? Busnya sudah hampir
jalan. Beliau tepuk-tepuk memanggil bus sambil menunjuk ke arahku, “Satu lagi!!!”.
Aku ngebut
setelah berucap terima kasih dengan wajah hampir nangis. Di dalam bus setelah
menaruh koper di bagasi. Ke clumsy an ku kumat. Kepanikan dan ketidak tahuan
benar-benar paduan yang tepat untuk mempermalukan diri sendiri. Aku jatuh saat
tengah tergesa gesa mencari tempat duduk.
Cr. pic Freepik.com |
Bayangkan saja,
aku hampir tertinggal bus. Sampai di dalam, ada Abang dari Rosalia Indah yang
sedang memanggil nama penumpang satu-satu untuk membagikan minum di lorong bus. Aku yang kesusahan membawa tas gendong
dan plastik lalu terpeleset di dekatnya dan jatuh tepat di atas kardus air
mineral. Malu? Banget!! Dan si Mas santai aja gitu seperti tidak ada yang
terjadi, sedang si kardus harus menerima nasib penyot sebelah. (aaaaaaaa)
Bangun,
tengok kanan kiri, bus sudah hampir penuh. Aku ingat posisi tempat dudukku tapi
sudah ada orang yang menduduki. Aku mendekati Mas-mas si bodo amat kamu jatuh
itu lalu bertanya.
“Mas, ini benar
bus menuju ke sana kan? Tapi kok tempat duduk saya nggak ada?”
“Nama?”,
tanya Mas nya
“Marlia”
“Iya kok
ini ada namanya. Oh tempat duduknya di duduki Bapak ini. Izin dulu geh Pak.”
Aku lega
karena ada namanya sekaligus sebal ke Bapak yang tepat di depan hidungku lihat
aku kebingungan eh ternyata diam-diam mengambil bangkuku. Hiks, si Bapak lalu
cengengesan. Jadi lah aku lalu duduk di sebrangnya. Di samping seorang anak laki-laki
yang disepanjang perjalanan hanya bicara kurang lebih 5 patah kata.
Ini baru
awal. Setelah duduk dengan jantung yang bergemuruh, bus berangkat lalu masalah
berikutnya manghampiri. Aku mual. Mabuk kendaraan. Dan ini masih di Panjang. Masih
dekat sekali dengan Bandar Lampung. Aku kebingungan. Lah lah biasanya kuat kuat
saja. Sepertinya karena kepanikan dan kurang pemanasan sebelum naik bus tadi jadi salah satu pemicu mual.
Aku yang
memang sudah rikuh duduk di bangku bus yang besar semakin gelisah. Menahan-nahan
mual dengan memakan permen Relaxa yang aku beli sehari sebelum pergi. Mabuknya
tidak mau hilang, malah semakin menjadi. Kalau kamu pernah akan atau dari
Lampung melalui Bakauheni, tahu kan jalan menuju ke sana bagaimana?
Aku hampir
nangis, sumpah. Jalan kelok-kelok, musik dangdut koplo di bus dan nggak ada
satu pun yang bisa diajak bicara untuk mengalihkan perhatian. Neraka!! Saat itu aku berjanji dalam hati
untuk tidak akan naik bus lagi melalui jalan neraka ini. (cukup sekali aku
merasa…as BGM)
Cr. Pic Republika.co,id |
2 jam
perjalanan dari Way Halim, bus lalu naik ke kapal. Rasanya gimana? Lega. Sekaligus
gelap. Sekalinya naik kapal, nggak ada yang bisa difoto. Pukul 8 malam kurang
lebih, aku keluar bus untuk naik ke bagian atas kapal. Di tengah perjalanan ke
atas, aku yang tidak tahu apa-apa memutuskan mengikuti orang-orang yang keluar
dari bus yang sama denganku. Eh Mbak di depanku lalu menengok dan bertanya
dengan ramah,
“Sendiri?”
“Iya, mbak
juga”
“Iya, kamu
dari bus itu kan?”
Aku mengangguk.
“Bareng yuk”
Begitulah awal
pertemuanku dengan Mbak Iyah, temanku disepanjang perjalanan.
Beliau
adalah seorang Ibu yang berada dalam misi menjemput anak dan cucunya dari
Blitar untuk mudik ke Lampung karena anaknya mudah mabuk kendaraan dan tidak kuat
jika harus mudik seorang diri membawa anak kecil. Ketika Mbak Iyah cerita, aku
sempat kaget karena Beliau tidak terlihat seperti orang yang sudah punya cucu. Aku
saja dengan percaya diri memanggil Beliau dengan sebutan Mbak.
Akhirnya bertemu
teman bicara sekaligus satu bus perjalanan aku sangat bahagia. Rasanya hampir
lupa perasaan tidak enak akibat mabuk kendaraan tadi. Bicara banyak lalu sempat
solat jamak magrib isya, mabuk ku kembali berulah. Aku kembali mual dan merasa
tidak enak badan.
Sedih rasanya
saat melihat di sekeliling anak-anak kecil bahkan bisa dengan bahagia tertawa
tawa di kapal. Aku jadi merasa berkecil hati, rasanya tubuhku benar-benar tidak
bisa diandalkan. Saat tekad untuk bepergian sangat besar tapi tubuh malah menolak
kerja sama. Jadi rindu Mama.
Untung Mbak
Iyah selalu di samping dan banyak cerita. Dia juga menawarkan Tolak Angin nanti
saat di bus untuk mengurangi mual.
Balik ke
bus, fasilitas sudah ditambah dengan selimut. Aku lalu menggunakannya sembari
menyesap Tolak Angin. Menanti perjalanan berikutnya dimulai dan Alhamdulillah
sepajang perjalanan ini aku hanya sebentar mengalami mual. Aku paksakan diri
untuk tidur. Dari keluar kapal aku tidur dan baru bangun saat sampai di Bandung
pukul 4 pagi. Menanti adzan subuh. Solat dan kembali tertidur sampai akhirnya
bus berhenti di Karawang untuk makan.
Aku ke
kamar mandi, namun anehnya mualku selalu hilang saat sudah dekat tempat
pemberhentian. Sebal!!
Menukarkan kupon
aku dan Mbak Iyah makan nasi, sayur sop, tahu kecap dan ikan tongkol berwarna
gelap di tambah teh hangat. Sayangnya kami baru sempat makan sebentar, bus
sudah akan berangkat. Kami cepat-cepat naik ke bus untuk melanjutkan perjalanan.
Karena belum
pernah ke Jawa Barat, aku benar-benar menikmati pemandangan di kiri jendela. Saat
memasuki Jawa Tengah aku semakin waspada sekaligus bahagia. Ah akhirnya sampai
juga di sini. Melihat dengan mata kepala sendiri sawah-sawah di pinggir jalan
dan berjajar banner calon pasangan Gubernur dan wakilnya. Benar-benar terasa
mimpi. Dan walau suara musik koplo pantura masih menguasai telinga, mabukku
alhamdulillah sudah berkurang banyak. Entah karena Tolak Angin yang ku minum
atau akibat tubuhku yang tegang karena grogi perihal keberangkatan, aku jadi
lebih mudah mengantuk. Juga sepanjang perjalanan karena paket data smartphone aku
matikan, aku terbebas dari candu media sosial, rasanya benar-benar menyenangkan.
Pemberhentian
selanjutnya di dekat semarang. Di sini kami tidak menukarkan kupon karena bukan
berhenti di Rumah Makan Rosalia Indah. Alih-alih berhenti di rumah makan biasa
yang menyediakan bakso, soto dan nasi ayam. Aku memesan bakso dan es jeruk
sendiri karena sekarang giliran Mbak Iyah yang malah mabuk dan tidak selera
makan.
Oh ya,
seperti biasa jangan kira segala hal berlangsung normal bagiku si Clumsy. Tidak
sengaja menjatuhkan sendok saat makan, menumpahkan tolak angin ke jilbab dan
menjatuhkan smartphone di lorong bus adalah beberapa hal yang terus saja
terjadi berulang sampai Mbak Iyah kemudian berkata kalau nggak ada yang jatuh
bukan Marlia. Hahaa…
3 jam sebelum
waktu sampai di tujuan, bus berhenti lagi setelah sebelumnya berhenti di
Semarang. Kali ini di Ngawi. Pemberhentian terakhir.
Kupon ku
masih ada 2, ku tukarkan semua. Satu dengan nasi di piring, satunya lagi dengan
nasi kotak. Untuk makan malam saat sampai di kosan, pikirku.
Makan terakhir
ini memiliki rasa paling sesuai bagi seleraku dan Mbak Iyah. Nasi, telur kecap, tempe
goreng dan teh hangat. Semua enak dan sedap. Aku habiskan. Setelahnya ke toilet
sebentar lalu lanjut naik bus.
3 jam yang
terasa sangat lama karena beberapa kali terlibat kemacetan. 3 jam yang terasa
sangat lama karena aku sudah tidak sabar untuk menginjakkan kaki di sana. 3 jam
yang terasa lama karena aku mulai bosan dengan lagu yang itu-itu saja (kangen
Tulus, Ya Allah) dan rambut yang mulai gatal di balik jilbab.
Memasuki
Kediri, tempat tujuan (Iya, Kediri lho tempat aku akan menginap beberapa minggu
ke depan) aku mulai menghubungi ojek online Kediri yang sehari sebelumnya sudah
ku informasikan untuk menjemput. Anehnya pesan WhatsApp ku tidak kunjung dibuka
dan dibaca. Gelisah lagi. Pikiran buruk mulai merajai. Sedang malam semakin
larut. Pukul sembilan lebih.
Pakde
kondektur bus yang sangat baik beberapa kali memang sudah mengatakan akan menitipkanku
dengan seorang Ibu yang juga akan turun di Kediri, tapi tetap sajaaku masih bingung cara sampai ke kosan,
Balasan pesan
WhatsApp yang aku terima dari Abang ojek pun tidak memuaskan. Beliau ketiduran
dan sekarang sedang tidak berada di dekat kota. Mengatakan akan menghubungi
kawannya di Kediri. Saat itu bersamaan dengan bus berhenti, Ibu yang tujuannya
sama denganku turun. Aku ikut turun. Lalu seorang Bapak tukang ojek mendekati. Setelah
beberapa kali nego harga aku pun mengalah untuk memberi harga yang lebih mahal.
Sebelumnya menurut perjanjianku dengan ojek online yang ketiduran aku harus
membayar 60 ribu untuk diantar hingga kosan tapi dengan Bapak yang aku temui di
Kediri aku jadi membayar 70 ribu mengingat waktu sudah sangat larut, hampir
pukul 10 malam.
Bapak ojek
ini menarik motornya sangat kencang. Tiap ada lubang atau halangan lain, Beliau
tetap konsisten melajukan motornya tanpa ada usaha menghindari berbagai
penghalang itu. Sedang aku hampir pingsan sambil meringis ringis kesakitan. Menggendong
tas merah muda yang setengah mati beratnya, memangku kresek, mencoba menguat
nguatkan hati.
Dan akhirnya
aku sampai di penginapan hingga beberapa minggu ke depan. Tempat
ini disebut GPH 4. Saat sampai, pintu dikunci. Menghubungi Ibu Kos tidak
kunjung dibalas. Memberanikan diri masuk. Lalu kebingungan karena ada banyak
kamar. Terus menghubungi Beliau. Aku lihat kamar-kamar di bawah sudah penuh dan
cukup berisik. Naik ke atas, aku lihat beberapa kamar, tempat jemuran yang luas dan aku
suka suasananya sepiiii cocok untuk belajar, menulis, menggambar dan
menenangkan diri.
Mendapat balasan
dan Ibu Kosan pun keluar. Beliau bilang kamarku ada di atas dengan kunci gembok
yang sudah menempel di luar. Aku bergegas kembali naik ke atas. Melihat kamar
mandi, tempat mencuci piring dan taraaaa membuka kamar. Aku memilih kamar
sendiri.
Kamar yang
aku tempati cukup bersih dan besar. Dekat kamar mandi dan yang paling penting,
tenang.
Aku lalu
berganti baju, mencuci baju (pukul setengah 11 malam), menjemur, mandi, makan
nasi kotak, sikat gigi, wudhu, sholat jamak isya dan maghrib lalu tidur. Pagi ini aku
bangun dengan suara alarm. Penuh syukur karena sudah sampai dan merasa sangat
nyenyak tidur tanpa ribut-ribut yang familiar seperti di kosan Lampung atau
rumah. Oh ada berisik sedikit sih dari rumah bawah, rumah Ibu. Sepertinya Beliau
sedang memandikan anaknya.
Setelah menyusun
barang-barang di lemari, aku menyapu dan mengepel kamar, makan roti juga minum susu
kemasan. Sekarang hingga tulisan ini dikerjakan pukul 10:23 WIB aku masih duduk
di kamar menulis di laptop ditemani suara Tulus dan pendingin ruangan. Teman di
samping kamar sudah keluar. Aku belum ada rencana untuk kemana-mana walau ada
kebutuhan yang harus segera aku beli. Hari pertama masih belum selesai. Ini masih
pagi, aku harap masih ada berbagai kejutan yang akan menemaniku seharian. Tunggu
tulisan berikutnya ya.
Wah seru.
BalasHapusDitunggu yang kelanjutannya
besar banget perjuangannya ya, kalau saya pasti lebih milih naik pesawat larena lebih cepat meskipun biayanya lebih mahal.
BalasHapuscuma pastinya pengalaman yang didapatkan lebih banyak dengan bus dan kapal laut. jangan gampang panik ya, jaga kesehatan lho